Senin, 24 Maret 2008

PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN

Oleh : E. Letlora *)


Laut selalu menawarkan beragam pesona dan suasana, kadang gelombang ganas menakutkan, kadang terlihat sangat menentramkan. Tetapi di dalamnya terdapat segala jenis species ikan dan kekayaan alam yang tiada habisnya.

Secara umum wilayah kabupaten Maluku Tenggara Barat termasuk di dalam pusat keragaman hayati laut di dunia (epicenter of the world marine biodiversity). Posisi ini memungkinkan karena letaknya sangat strategis diantara dua samudra (pasifik dan hindia), secara geografis posisi ini kemudian membentuk suatu bio-ekoregion yang berada di dalam suatu jaringan segitiga terumbu karang (coral triangle) bersama kawasan laut lainnya di dunia. Posisi laut banda yang berhubungan langsung dengan laut pulau yang ada di wilayah MTB sangat menguntungkan karena menjamin, 1) tingkat kesuburan perairan yang terus menerus dan 2) merupakan barier terhadap ancaman habitat laut oleh perubahan klimat yang ekstrim (naiknya suhu permukaan air laut karena El-Nino).

Luas wilayah kabupaten ini 125.442 kilometer, terdiri dari bentangan laut seluas 110.838,4 km dan daratan 14,584 km atau 88,37% adalah wilayah laut, Penduduknya tinggal di 88 pulau dari 133 pulau yang ada. Wilayah laut mengandung sejumlah sumber daya yang dapat dimanfaatkan langsung maupun tidak langsung. Sumber daya yang terdiri dari sumber daya yang terbarukan (hayati) tetapi juga yang tidak terbarukan (non-hayati) seperti ombak, angin, mineral, dan berbagai jasa kelautan yang dapat dikembangkan. Wilayah laut MTB juga merupakan bagian daerah hunian (rumah) dan hampir 10 kali lipat jumlah jenis terumbu karang yang ada di laut Karibia (atlantik). Selain itu juga, merupakan bagian dari perairan Indonesia Timur yang menyimpan hampir 0,25% jumlah jenis (spesies) ikan dunia. Kekayaan ini tersebar di empat gugusan kepulauan yang ada sehingga diharapkan dapat berperan sebagai sentra produksi unggul. Walaupun demikian hingga kini, potensi kekayaan ini belum dapat dimanfaatkan secara baik dan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat MTB.

Kondisi ekologis perairan MTB terstruktur cukup baik dan lengkap dengan adanya komponen penyusun ekosistem disepanjang pesisir pulau-pulau yang ada. Hutan bakau, padang lamun dan terumbu karang serta komponen penyusun lainnya secara keseluruhan berperan sangat penting menyokong kehidupan laut. Keberadaan dan peranan ekologis dari komponen tersebut menjadikan wilayah perairan MTB masuk dalam jaringan segitiga terumbu karang dunia (coral triangle) karena memiliki keragaman hayati laut yang sangat tinggi. Dengan demikian hancur dan rusaknya komponen-komponen ini tidak hanya berpengaruh terhadap produksi perikanan MTB secara keseluruhan, tetapi juga berpengaruh terhadap keseimbangan sumberdaya perikanan di wilayah lain. Ini berarti perairan MTB juga ikut menjaga keseimbangan ekologis dan biologis perairan terutama yang ada di timur Indonesia. Sejumlah hasil penelitian membuktikan bahawa perairan laut Indonesia timur termasuk MTB merupakan alur migrasi (migration corridors) sejumlah hewan laut berukuran besar seperti ikan paus, lumba-lumba, hiu, pari, duyung, dan beragai jenis ikan permukaan (pelagic) yang besar seperti ikan layar, tuna. Hal ini memungkinkan karena laut dalam disertai dengan teluk sempit antar pulau yang kemudian menjadikan perairan ini sebagai tempat ideal untuk mencari makan (feeding), berkembang biak (breeding), menyusui (calving), dan bersarang (nesting). Menyadari akan hal ini maka kesadaran untuk menjaga dan melestarikan komponen penyokong laut ini perlu dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus baik melalui pendekatan formal maupun non-formal.

Berangkat dari kondisi alam seperti itu, Pemerintah kabupaten bersama para pemuka adat pada tanggal 27 Agustus 2002 mendeklarasikan wilayahnya sebagai Kabupaten bahari. Pendeklarasian ini dijadikan titik tolak penyadaran dan pengembangan perekonomian masyarakat yang lebih difokuskan pada optimalisasi sumber daya laut. Masyarakat diajak melihat bahwa lautan luas disekitar mereka kalau dikelola dengan tepat akan meningkatkan perekonomian mereka. Mengubah pandangan tersebut tidak semudah mengatakannya karena menyangkut budaya dan etos kerja masyarakat yang cenderung berubah.

Pemanfaatan sumber daya perikanan yang berlebihan dapat mengakibatkan timbulnya degradasi pada sumber daya tersebut. Selama ini, dampak degradasi dianggap sebagai fenomena ekologi semata. Namun dampak degradasi yang lebih luas mencakup berkurangnya kesejahteraan sosial yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat dari layanan barang dan jasa dari sumber daya perikanan. Salah satu hal yang paling mendasar dan menjadi perhatian utama dari setiap pengembangan sumber daya alam adalah besaran dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan depresiasi sumber daya alam itu sendiri. Kesejahteraan diukur dari manfaat sosial (social benefit) yang dihasilkan dari sumber daya alam. Pengukuran ini sifatnya exante sehingga sulit digunakan untuk mengukur kesejahteraan dari kerusakan lingkungan dan depresiasi sumber daya yang bersifat baik.

Perencanaan pengelolaan sumber daya perikanan yang mempertimbangkan estimasi dampak relatif dan faktor manusia dan alam pada stok sumber daya yang akan dikelola. Dengan memperhitungkan seluruh nilai riil yang ada, pada akhirnya kita dapat mencari solusi yang tepat.

Perikanan tangkap merupakan aktivitas ekonomi yang unik bila dibandingkan dengan aktivitas lain. Hal ini berkaitan dengan kondisi sumber daya ikan dan laut itu sendiri, yang seringkali dianggap sebagi common pool resources. Karakteristik ini sering menimbulkan masalah eksternalitas diantara nelayan sebagai akibat proses produksi yang interpendent dari setiap individu nelayan, dimana hasil tangkapan dari satu nelayan akan sangat tergantung dari kondisi sumber daya ikan yang merupkan fungsi dari eksternalitas berbagai aktivitas nonproduksi lain, selain aktivitas produksi nelayan, seperti kondisi kualitas perairan itu sendiri.

Hal lain yang unik dari perikanan tangkap ini biasanya diatur dalam kondisi quasi open access, yang menyebabkan sulitnya pengendalian faktor input, sehingga akhirnya sulit mengukur seberapa besar kapasitas perikanan yang dialokasikan disuatu wilayah perairan. Dalam kondisi ini, sulit bagi kita untuk mengetahui apakah perikanan dalam keadaan berlebihan kapasitas (over capacity), dibawah kapasitas (under capacity).

MTB memiliki areal pengelolaan perairan pesisir dan laut yang cukup potensial tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Jumlah nelayan relatif tetap, sedangkan jumlah perahu tanpa motor cenderung makin menurun dari tahun ke tahun. Sebaliknya, jumlah motor tempel dan kapal motor cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Namun perlu dipahami bahwa sebagian besar (lebih dari 85%) nelayan masih mengandalkan perahu tanpa motor.

Nelayan pada tahun 2005 berjumlah 28.942 orang melakukan kegiatan penangkapan dengan perahu tanpa motor 13623 unit, perahu/kapal dengan motor 4.080 unit, motor tempel 2.169 unit dan kapal motor 241 unit. (sumber : MTB Dalam Angka 2005/2006).

Alat tangkap ikan yang utama/dominan digunakan nelayan umumnya masih tradisional, mulai dari alat pancing lain, jaring insang dan bubu. Alat tangkap lain yang jumlahnya lebih sedikit adalah bagan, serok dan pukat. Hal ini menunjukan bahwa nelayan hanya mampu menangkap ikan pada kedalaman dan pada musim tertentu saja. Revitalisasi alat tangkap nelayan sudah dibutuhkan pemberdayaan nelayan di kabupaten MTB.

Perkembangan hasil tangkapan ikan pada tahun 2002 sebesar 6.859,9 ton bernilai Rp 54.897.200, tahun 2003 sebesar 6.925,9 ton bernilai Rp 55.397.200, tahun 2004 sebesar 10.274,7 ton bernilai Rp. 79.310.750 dan tahun 2005 sebesar 17.189,6 ton bernilai Rp. 139.254.700. (sumber: MTB dalam Angka)

Jika dilihat dari perkembangan pengelolahan sumber daya perikanan pada Kabupaten Maluku Tenggara Barat, ternyata ada kenaikan produksi dan nilai produksi. Produksi cenderung naik dari tahun ke tahun, tetapi perlu dipertanyakan apakah kenaikan itu benar-benar dinikmati oleh nelayan mengingat teknologi dan alat penangkapan yang masih tradisional serta belum adanya organisasi nelayan yang kuat untuk memperkuat daya tawar mereka di pasar perikanan.

Pengelolaan sumber daya perikanan agar hasilnya dapat dinikmati oleh kesejahteraan masyarakat MTB pada umumnya maka Pemerintah Daerah dalam hal Dinas Perikanan dan Kelautan MTB harus memperhatikan :

Ø Meningkatkan keterampilan nelayan, dibukanya balai latihan baik itu yang berkaitan dengan bidang penangkapan. Dengan adanya lembaga pelatihan ini diharapkan kemampuan berupa keterampilan dan penguasaan teknologi perikanan tangkap maka masyarakat (nelayan) akan semakin mampu berperan dalam pengelolaan sumber daya kelautan di MTB

Ø Menggerakan kekuatan modal pihak swasta untuk berinvestasi atau melakukan hubungan kerjasama MOU dalam pengelolaan sumber daya perikanan.

Ø Masyarakat (nelayan) diberikan support untuk lebih memanfaatkan sumber daya perikanan sebagai penggerak ekonomi dan sebagai bahan pangan, diversifikasi produk yang dihasilkan umumnya hasil tangkapan harus dijual ke pasar-pasar lokal dan dipasarkan keluar. Usaha memberi nilai tambah (added value) terhadap produk perikanan dikembangkan.

Ø Isu-isu menyangkut kapasitas perikanan hendaknya lebih menjadi perhatian dalam pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan, mengingat saat ini isu tersebut sudah menjadi isu internasional yang patut dipertimbangkan. Namun sulitnya menentukan kapasitas perikanan sering menjadi kendala bagi pengambil keputusan untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat.

Ø Kegiatan penangkapan ikan secara illegal yang dilakukan oleh nelayan dari luar MTB yang tidak mengenal budaya dan kearifan masyarakat lokal dan berdampak pada terjadinya depresiasi sumber daya perikanan perlu penanganan serius.

Edwin Letlora *)

Mahasiswa Pasca Sarjana Teknologi Kelautan

Bidang Keahlian Teknik Menejemen Pantai

Institut Teknologi Sepuluh Nopember – Surabaya

Email: letloraedwin@yahoo.co.id

1 komentar:

Sail Saumlaki mengatakan...

Mas Edi,.. udah bagus tapi nambah gambar-gambar yg mendukung penulisannya.,... dari ernes